SMP Tunas Harapan Nusantara melaksanakan gerakan literasi sekolah (GLS) yang di laksanakan setiap dua minggu sekali dengan tujuan untuk meningkatkan kegemaran membaca para siswa dan warga sekolah. Setelah gemar membaca akan menjadi kebiasaan membaca (reading culture), dan akhirnya menjadi masyarakat pembaca (reading society).
para siswa-siswi pun mengikutinya dengan penuh hikmat dalam melaksanakan gerakan literasi sekolah (GLS), dengan lokasi di aula SMP. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini sudah diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada akhir 2015, melalui Permendikbud No. 23 tahun 2015, yaitu menumbuhkan budi pekerti siswa yang salah satunya melalui kebiasaan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di Abad 21 ini, kemampuan itu disebut sebagai literasi informasi. Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/infoLit.pdf) menjabarkan komponen literasi informasi sebagai berikut ;
- Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk menghitung (calculating), mempersiapkan informasi(perceiving), mengkomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan keputusan pribadi.
- Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai satu akses mendapatkan informasi. Ini memberi pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dengan menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
- Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini dapat dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan infomasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.
- Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan teknologi seperti piranti keras (hardware), piranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak.
- Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Literasi yang komprehensif dan saling terkait mendorong seseorang untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen). Dalam konteks Indonesia, kelima keterampilan di atas perlu diawali dengan literasi usia dini yang mencakup fenotik, alphabet, kosakata, sadar dan memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan serta menceritakan kembali (narrative skills).
Pemahaman literasi dini sangat penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan belajar baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian terhadap keberlangsungan pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar. Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta didik.
Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju kepada komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpengaruh dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan untuk terciptanya lingkungan literasi pada setiap tingkat satuan pendidikan dalam membangun budaya literasi sekolah.
Referensi :
Sumber Berita: http://satelitnews.co/berita-gerakan-literasi-sekolah.html#ixzz4FOOQymTX